Sejak awal, para ahli penerbangan bingung dengan
putusnya kontak pesawat yang dilengkapi peralatan canggih itu tanpa ada
peringatan darurat sebelumnya.dan sampai sekarang ada 25 negara yang mencari pesawat tersebut
Waypoint pesawat Malaysia Airlines MH370. (http://airinfodotorg.files.wordpress.com/)
Hingga Minggu (16/3), terhitung sembilan hari
pesawat Boeing 777-200ER milik Malaysia Airlines dengan nomor
penerbangan MH370 menghilang. Setelah pencarian di Laut Cina Selatan
tidak membuahkan hasil, Sabtu (15/3), muncul informasi baru yang
mengarah pada pembajakan pesawat itu.
Sejak awal, para ahli penerbangan bingung dengan putusnya kontak
pesawat yang dilengkapi peralatan canggih itu tanpa ada peringatan
darurat sebelumnya. Ketidakpastian kian bertambah setelah seminggu
pencarian di Laut Cina Selatan tidak menunjukkan tanda-tanda ada
pesawat jatuh. Padahal, kawasan itu tergolong ramai dan dipantau banyak
satelit.
Saat sebuah pesawat hilang kontak, asumsi pertama yang muncul
biasanya adalah pesawat jatuh. Dari kontak terakhir, posisi hilangnya
pesawat dapat dilacak. Adapun posisi pasti jatuhnya pesawat dapat
dilihat dari pecahan badan pesawat yang terlihat ataupun pancaran
sinyal emergency locator transmitter (ELT).
Pesawat MH370 hilang kontak dengan petugas pengendali lalu lintas
penerbangan setelah 50 menit lepas landas dari Kuala Lumpur. Ketika
itu, posisi pesawat berada pada jarak sekitar 220 kilometer dari Kota
Bharu, di timur laut Semenanjung Malaya, dalam perjalanan menuju
Beijing, China.
Pengamat penerbangan dari majalah Angkasa, Dudi Sudibyo, mengatakan,
pesawat terbang modern dilengkapi dengan Aircraft Communications
Addressing and Reporting System (ACARS). Alat ini mengirimkan data
penerbangan ke petugas maskapai dan data mesin ke pabriknya secara real time. "Alat ini memandu dan memantau pesawat sejak lepas landas, menjelajahi ketinggian, hingga mendarat di tujuan," kata Dudi.
Sebaliknya, petugas di darat akan mengirimkan data pendukung
penerbangan, seperti prakiraan cuaca di depan perjalanan. Jika pesawat
akan menyeberangi lautan luas, navigasi pesawat akan dibantu satelit
agar posisi pesawat tetap di jalurnya.
Mantan Presiden Asosiasi Pilot Garuda, yang juga pilot Airbus A330,
Stephanus G Setitit, menambahkan, selain ACARS, pesawat memiliki
transponder (radar sekunder) yang memancarkan sinyal dari pesawat ke
radar primer yang ada di pengendali lalu lintas penerbangan (ATC) di
bandar udara. Sinyal ini memberitahukan posisi pasti pesawat. "Radar
sekunder digunakan untuk mendeteksi awan di depan pesawat," ujarnya.
Sinyal transponder bisa ditangkap radar militer untuk kepentingan
pertahanan negara. Syaratnya, pesawat masih berada pada jangkauan radar
itu.
Baik ACARS maupun transponder terletak di kokpit pesawat dan bisa
dimatikan. Dalam kasus pesawat MH370, ACARS mati sebelum pesawat
mencapai pantai timur Semenanjung Malaya dan transponder mati saat
pesawat berada di perbatasan wilayah udara Malaysia dan Vietnam.
"Walau kedua alat itu mati, pesawat tetap bisa terbang normal.
Hanya, pergerakannya tidak bisa dipantau petugas di darat," kata
Stephanus.
ACARS dan transponder tidak menunjukkan posisi jatuhnya pesawat.
Posisi jatuhnya pesawat biasanya dideteksi dari sinyal yang dipancarkan
ELT. ELT disimpan di ekor pesawat dan akan aktif jika pesawat
mengalami benturan keras. Durasi sinyal yang dipancarkan ELT hanya 24
jam.
Sinyal ini akan ditangkap satelit dan disampaikan ke tim SAR
terdekat untuk meminta bantuan penyelamatan. Sinyal ELT dipastikan akan
terdeteksi di mana pun pesawat itu jatuh.
Sejenis dengan ELT, ada Underwater Locator Beacon (ULB) yang
disimpan di dekat kotak hitam di ekor pesawat. Sinyal ULB aktif hingga
30 hari sejak tumbukan dan dapat ditangkap satelit meski pesawat
tenggelam di dasar laut.
Ahli desain operasi perawatan pesawat terbang Program Studi
Aeronautika dan Astronautika Institut Teknologi Bandung, Hisar Manongam
Pasaribu, mengatakan, kedua penunjuk lokasi jatuhnya pesawat bisa saja
tidak aktif saat pesawat jatuh dan mengalami tumbukan. Berdasarkan data
statistik, 81-83 persen ELT hidup saat terjadi tumbukan. Artinya, ada
potensi 17-19 persen ELT tidak aktif walau pesawat jatuh.
"Banyak hal bisa memicu tak aktifnya ELT, bisa jadi karena sengaja
dirancang aktif pada benturan sangat tinggi, dayanya habis atau
kemungkinan lain yang belum diketahui," katanya. Berbeda dengan ACARS
dan transponder, ELT tidak bisa dimatikan.
Jika tidak ada sinyal ELT dan tidak ditemukan serpihan pesawat di
sekitar titik kontak terakhir pesawat, kemungkinan besar pesawat memang
tidak jatuh di sekitar Laut Cina Selatan.
Kondisi itu diperkuat dengan keterangan Pemerintah Malaysia, Sabtu
(15/3), bahwa setelah mendekati perbatasan wilayah udara
Malaysia-Vietnam, pesawat berbalik arah menuju barat, menyeberangi
Semenanjung Malaya. Kontak pesawat dengan satelit terakhir terdeteksi
pada 8 Maret pukul 08.11, sekitar 7 jam setelah pesawat hilang dari
pengawasan ATC.
(M Zaid Wahyudi/Kompas Cetak )