JAKARTA – Mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo menolak mendatangi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin. Mabes Polri lepas tangan atas ketidakhadiran perwira tingginya tersebut.
Djoko Susilo mengirimkan tim kuasa hukumnya untuk menyerahkan surat yang menyatakan dirinya tidak bisa hadir memenuhi panggilan KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan ada dua alasan ketidak hadiran tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi mobil dan motor tahun anggaran 2011 ini.Yang pertama, Djoko beralasan proses penyidikan kasus simulator masih silang sengketa mengenai siapa yang berhak menangani, KPK atau Polri.
Yang kedua, perihal keabsahan penggeledahan yang dilakukan KPK di Korlantas Mabes Polri beberapa waktu lalu. ”Dua alasan itu sedang dipelajari penyidik. KPK akan panggil ulang DS (Djoko Susilo) pekan depan,” kata Johan. Johan memastikan penyidikan dan pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Akademi Kepolisian ini tidak akan berhenti. Dia menegaskan, kasus simulator itu tidak akan berhenti karena ketidakhadiran Djoko Susilo. Pasalnya,kata dia, penyidikan kasus korupsi yang diduga merugikan negara puluhan miliar rupiah itu merupakan tugas yang dilandaskan pada undang-undang dan KUHAP.
”Belum ada opsi pemanggilan paksa.Kalau sesuai dengan UU mengenai saksi atau tersangka, tergantung dari apakah ketidakhadiran yang bersangkutan dibenarkan secara hukum. Panggilan ketiga tidak hadir bisa dengan membawa paksa,”ucapnya. Johan mengisyaratkan,yang dibenarkan dalam hukum alasan ketidakhadiran itu misalnya sakit yang disertai keterangan dokter. ”Kita tunggu dulu pekan depan, apa tanggapan yang bersangkutan. Saya menjelaskan pada fakta,3 perwira Polri dulu tidak hadir, lalu hadir,”jelasnya.
Dia menyatakan, permasalahan kewenangan yang disampaikan kuasa hukum Djoko seharusnya tidak hanya disampaikan kepada KPK,tapi juga kepada Polri. Pasalnya, kata dia,kehadiran di Polri dan ketidakhadiran di KPK merupakan dua hal yang ambigu. Dia mengungkapkan,KPK memiliki keyakinan penyidikan dan pemeriksaan terhadap Djoko Susilo bisa dilakukan. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto mengatakan pertanggungjawaban personel Polri di muka hukum merupakan tanggung jawab pribadi, bukan institusi.
Karena itu, institusi kepolisian, kata dia, menolak berkomentar lebih jauh mengenai mangkirnya Djoko Susilo. ”Institusi tidak melindungi orang yang terkait dengan perkara,jadi dalam hal ini kembali lagi kepada beliaunya,” ujar Agus di Mabes Polri kemarin. Dia memaparkan, anggota kepolisian yang diproses secara hukum tidak bisa berlindung di belakang institusi. ”Jika jadi tersangka, pertanggungjawabkanlah kasusnya di muka hukum, jangan melibatkan institusi,” ujar dia. Agus mengatakan, mekanisme pemanggilan sudah diatur dalam UU, termasuk jika nantinya KPK memanggil paksa Djoko.
Menurut dia, institusi juga tidak bisa mengintervensi seseorang dalam suatu perkara.Polri sebetulnya sudah mengimbau Djoko untuk dapat memenuhi panggilan KPK. ”Artinya Polri akan lepas tangan dalam kasus ini dalam artian Polri akan mendukung pengung-kapan kasus ini dan meminta DS memenuhi panggilan KPK. Kita dukung tentunya dengan batas-batas yang kita miliki karena menyangkut hak asasi perseorangan,”jelas Agus.
Kuasa hukum Djoko, Juniver Girsang, mengatakan, kliennya menghadapi dua masalah atas penyidikan kasus simulator SIM. ”Klien kami belum bisa hadir karena dua instansi melakukan penyidikan bersamaan,”kata Juniver di depan Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Dengan adanya dualisme penyidikan, yakni KPK dan Polri, dia menuturkan, Djoko melalui kuasa hukum meminta penegasan siapa atau institusi mana yang berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap dirinya ke Mahkamah Agung (MA).”Kita menunggu fatwa MA.
Karena kalau dua institusi melakukan penyidikan tentu tidak ada kepastian hukum,”paparnya. Selain itu,Juniver memaparkan, pihaknya juga mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mempertimbangkan keabsahan penyitaan dokumen yang dilakukan KPK.Pasalnya, dia menilai, ada bukti-bukti yang disita tidak ada relevansinya dengan kasus simulator SIM. ”Kami minta pengadilan untuk menilai tindakan KPK,” harapnya. Saat ditanyakan apakah ketidakhadiran kliennya karena takut langsung ditahan pascapemeriksaan,Juniver menjawab dengan nada tinggi. ”Tidak ada urusannya itu.
Klien kami sangat kooperatif sepanjang itu tidak melanggar ketentuan,’’ tegasnya. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, pihaknya belum menerima surat pengajuan atau permintaan mengenai institusi mana yang berwewenang menangani kasus simulator. ”Tapi kalau mengenai fatwa yang diputuskan,setelah suratnya masuk biasanya akan dibahas dulu di tim,” kata Ridwan,kemarin.
Ketua program doktor hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Sudjito mengatakan tidak perlu meminta fatwa MA soal kewenangan penyidikan dalam dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.Kepolisian seharusnya berlega hati untuk menerima kenyataan bahwa secara hukum,KPK lebih berhak menuntaskannya. ”Membaca hukum tidak sekadar tekstual, tapi ada visi, misi, ide, gagasan, dan ada moralitas di dalamnya. Kalau kita bicara moralitas, sudah pasti bukan Polri yang menyidik kasus Korlantas.
Sangat tidak pas, masa menyidik diri sendiri,”ujar Sudjito. Pengamat hukum Refly Harun menilai penolakan Djoko tersebut menunjukkan polisi resisten terhadap KPK dalam kasus simulator itu.Dalam pandangannya, sebagai orang yang mengerti hukum, seharusnya Djoko mendatangi KPK. ”Ya justru karena dia mengerti hukum, makanya dia mau belokbelokan hukum. Jadi menurut saya ya, sederhananya begini, kalau kita memang merasa tidak bermasalah, layani saja panggilan KPK itu,”kata Refly.
Selain itu dia berpandangan, ketidakhadiran Djoko makin menunjukkan polisi tidak mau KPK menangani kasus ini agar tidak menjadi kotak pandora yang membuka keterlibatan polisi baik secara personal maupun institusional. Dia menuturkan, dari pengamatan publik, persoalan kewenangan yang terus disuarakan itu seolah- olah mengisyaratkan kasus simulator SIM memang tidak hanya persoalan personal, tetapi institusional. ”Dia menolak sekalipun, kasus ini kan akan tetap bisa dilimpahkan kepada Pengadilan Tipikor,” paparnya. sabir laluhu/krisiandi sacawisastra/ mnlatief
|